Risiko Negara dalam Hadapi COVID-19 – Berikut ini merupakan artikel yang membahas tentang risiko negara miskin dalam menghadapi covid-19.
Sejumlah kabar terbaru sepanjang akhir pekan dan minggu ini, yang dikumpulkan oleh Foreign Policy, meliputi peringatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan meningkatnya kasus pandemi COVID-19 di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, Siklon Amphan yang menghantam India dan Bangladesh, dan Menteri Budaya Brasil mengundurkan diri seiring pandemi di negaranya melonjak.
Negara kaya kembali dibuka, pandemi serang negara miskin
Pada Rabu (20/5), Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan organisasinya sangat khawatir dengan meningkatnya kasus di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. WHO saat itu melaporkan lonjakan harian tertinggi dalam kasus COVID-19 secara global sejak pandemi dimulai.
Sementara negara-negara kaya menyusun strategi untuk membuka kembali wilayahnya, negara-negara miskin telah mengalami lonjakan jumlah kasus baru. Dari sepuluh negara teratas dengan lompatan harian tertinggi dalam kasus virus corona baru hingga Rabu (20/5), hanya satu negara berpenghasilan tinggi yaitu Amerika Serikat yang masuk daftar.
Untuk mengetahui mengapa Tedros khawatir, Brasil bisa menjadi ilustrasi. Negara itu kini mencatat jumlah kasus terbanyak ketiga di dunia dan hampir menyalip Rusia. Pada Rabu (20/5), Brasil mencatat lebih dari 20.000 infeksi baru.
Di negara-negara kaya, kaum miskin secara tidak proporsional lebih banyak terinfeksi dan sekarat. Namun, semua itu bukan hanya tentang perbedaan antara negara kaya dan negara miskin. Orang miskin di dalam masyarakat kaya juga sekarat secara tidak proporsional saat pandemi mengungkapkan ketidaksetaraan yang sangat besar.
Laporan oleh APM Research Lab menunjukkan, ras adalah faktor penentu dalam kematian akibat COVID-19 di Amerika Serikat, negara di mana keluarga kulit putih biasanya memiliki kekayaan bersih sepuluh kali lebih tinggi daripada keluarga kulit hitam biasa. Studi APM menunjukkan, orang kulit hitam Amerika sekarat lebih dari dua kali lipat daripada orang kulit putih Amerika.
Apakah negara miskin menghadapi risiko lebih tinggi?
Foreign Policy telah melacak kasus COVID-19 di seluruh dunia sejak wabah pertama kali merebak di China, dan menyoroti bagaimana berbagai negara menghadapi tantangan akibat virus corona baru.
Beberapa negara berkembang seperti Vietnam telah melewati krisis jauh lebih baik daripada negara yang lebih kaya. Negara berkembang yang lain seperti Liberia telah memberikan pelajaran berharga dalam mengendalikan wabah berdasarkan pengalaman masa lalu mereka dengan penyakit seperti Ebola. Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah infeksi, pemerintah negara-negara yang lebih miskin akan menghadapi tantangan yang lebih mengerikan.
Bagi beberapa negara, mereka telah menghadapi tantangan dari sekadar upaya mengakses air bersih yang mengalir secara teratur, terutama ketika mencuci tangan secara teratur menjadi sangat penting untuk pencegahan infeksi COVID-19. Pekan lalu, Alan Nicol menulis di Foreign Policy tentang masalah air Ethiopia dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya.
Tata pemerintahan yang buruk juga menyebabkan dampak buruk tersendiri. Melaporkan untuk Foreign Policy dari Pakistan, Neha Maqsood menulis, pemerintah yang ragu-ragu telah membuat warga termiskin hanya bisa mengandalkan amal dari sesama rakyat, alih-alih bantuan negara.